12 Dec 2009
Jakarta - Depkes. Tembakau/rokok membunuh separuh dari masa hidup perokok dan separuh perokok mati pada usia 35 – 69 tahun. Data epidemi tembakau di dunia menjunjukkan tembakau membunuh lebih dari lima juta orang setiap tahunnya. Jika hal ini berlanjut terus, pada tahun 2020 diperkirakan terjadi sepuluh juta kematian dengan 70 persen terjadi di negara sedang berkembang.
Hal itu dikatakan Menkes dr. Endang R. Sedyaningsih, MPH, Dr. PH, dalam sambutan yang dibacakan Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama, Dirjen P2PL Depkes ketika membuka Temu Karya Peringatan Kesehatan akan Bahaya Rokok di Jakarta tanggal 12 Desember 2009.
Menurut Menkes, tingginya populasi dan konsumsi rokok menempatkan Indonesia menduduki urutan ke-5 konsumsi tembakau tertinggi di dunia setelah China, Amerika Serikat, Rusia dan Jepang dengan perkiraan konsumsi 220 milyar batang pada tahun 2005.
Padahal rokok/tembakau dapat menyebabkan berbagai penyakit tidak menular seperti jantung dan gangguan pembuluh darah, stroke, kanker paru, dan kanker mulut. Di samping itu, rokok juga menyebabkan penurunan kesuburan, peningkatan insidens hamil diluar kandungan, pertumbuhan janin (fisik dan IQ) yang melambat, kejang pada kehamilan, gangguan imunitas bayi dan peningkatan kematian perinatal.
Rokok mengandung lebih dari empat ribu bahan kimia, termasuk 43 bahan penyebab kanker yang telah diketahui, sehingga lingkungan yang terpapar dengan asap tembakau juga dapat menyebabkan bahaya kesehatan yang serius, ujar Menkes.
Di masa mendatang masalah kesehatan akibat rokok di Indonesia semakin berat karena 2 diantara 3 orang laki-laki adalah perokok aktif. Lebih bahaya lagi karena 85,4% perokok aktif merokok dalam rumah bersama anggota keluarga sehingga mengancam keselamatan kesehatan lingkungan. Selain itu, 50 persen orang Indonesia kurang aktivitas fisik dan 4,6 persen mengkonsumsi alkohol, kata Menkes.
Lebih 43 juta anak Indonesia serumah dengan perokok dan terpapar asap tembakau. Padahal anak-anak yang terpapar asap tembakau dapat mengalami pertumbuhan paru yang lambat, lebih mudah terkena bronkitis dan infeksi saluran pernapasan dan telinga serta asma. ”Kesehatan yang buruk di usia dini menyebabkan kesehatan yang buruk di saat dewasa”, imbuh Menkes.
Dengan mengutip data The Global Youth Survey Tahun 2006, Menkes menambahkan, 6 dari 10 pelajar (64,2%) yang disurvei terpapar asap rokok selama mereka di rumah. Lebih dari sepertiga (37,3%) merokok, bahkan 3 diantara 10 pelajar atau 30,9% pertama kali merokok pada umur dibawah 10 tahun.
Menurut Menkes meningkatnya jumlah perokok di kalangan anak-anak dan kaum muda Indonesia karena dipengaruhi iklan rokok, promosi dan sponsor rokok yang sangat gencar.
Konsumsi rokok menimbulkan kerugian langsung bagi perokok dan keluarganya, terlebih bagi keluarga miskin. Rata-rata pengeluaran keluarga miskin untuk konsumsi rokok cukup besar. Alih-alih untuk perbaikan gizi keluarga dan pendidikan anak, justru pendapatan yang terbatas dibelanjakan untuk rokok, ujar Menkes.
Padahal dengan mengurangi konsumsi rokok di kalangan keluarga miskin, maka subsidi pemerintah untuk pelayanan kesehatan yang menderita penyakit-penyakit akibat rokok dapat dikurangi, ujar Menkes.
Dalam pengendalian masalah tembakau, terdapat polemik bahwa cukai rokok dianggap sebagai pendapatan utama Pemerintah Pusat dan Daerah, disamping citra positif yang ditonjolkan industri rokok kepada masyarakat melalui tanggung jawab sosial seperti pemberian bea siswa, penghargaan bagi kelompok usaha kecil dan sponsorship acara olahraga bergengsi, pagelaran musik dan lain-lain. ”Inilah tantangan yang harus dihadapi dalam melindungi generasi muda dari bahaya rokok”, ujar Menkes.
Pada kesempatan itu Menkes mengajak dan menghimbau seluruh komponen bangsa untuk bersama-sama melindungi generasi muda dari bahaya asap rokok. ”Marilah kita ciptakan lingkungan yang bersih dan bebas asap rokok, sehingga generasi muda kita dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang utuh, berkualitas dan siap membangun negara kita”, imbuh Menkes.
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, secara jelas menyatakan pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif ( yang meliputi tembakau & produk yang mengandung tembakau ) harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditetapkan. Selain itu, setiap orang yang memproduksi dan atau memasukkan rokok ke wilayah Indonesia wajib mencantumkan peringatan kesehatan. Dalam UU itu juga mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok guna melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok.
Temu karya diikuti sekitar 600 orang dari berbagai unsur yaitu Depdiknas, Depkes, PGRI, mahasiswa Universitas Negeri dan Swasta dan BEM se Jabodetabek, Siswa SMA dan SMK beserta para guru, organisasi keagamaan, organisasi internasional, LSM pemerhati masalah tembakau dan media massa.
Tujuan pertemuan adalah untuk meningkatkan keterlibatan tokoh masyarakat, media massa, para petugas kesehatan, para pendidik dan generasi muda untuk bersama-sama melindungi masyarakat dari bahaya rokok.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 52907416-9, 52921669, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id.
Agama Adalah Pemahaman
8 tahun yang lalu
4 komentar:
melihat angka yang disebutkan di atas patut kita renungkan, apakah selama ini kaum perokok tidak sadar dengan bahaya yng timbul akibat merokok itu. Begitu rendahnya kesadaran orang bahwa rokok itu bahaya sampai tingkat pecandu rokok sedemikian meningkat. Ini kah ironinya kaum kita ?
Melihat kenyataan besarnya angka perokok di Indonesia ini, diperlukan suatu inisiatif untuk mengidentifikasi pola masyarakat yang merokok di antara kelas ekonomi dan sosial yang berbeda. Juga pemahaman tentang untung rugi nya merokok dan perilaku perokok terhadap upaya penghentian rokok. Tentu ini merupakan tugas berat dan harus ada lembaga tertentu yang menjadi penggiat kampanye bahaya merokok.
Melihat kenyataan di atas, semua elemen masyarakat terutama adalah pemerintah harus semakin sadar tentang bahaya rokok. Dan salah satu cara yang efektif adalah pemerintah harus segera melakukan regulasi perundang2an rokok di Indonesia.
ROkok bagi pecandunya merupakan barang yang harus dibeli dan terkadang mengalahkan makanan sekalipun, apalagi bagi masyarakat kecil sekalipun tdk jarang rela tdk makan asal merokok, pandangan dan stigma inilah yang perlu diluruskan melalui kampanye bahaya merokok. Itupun harus dilakukan secara gencar baik iklan promosi dan mungkin lewat wadah organisasi masyarakat dan tentu pemerintah juga perlu memberikan supporting penuh jika ingin meminimalisir jumlah perokok.
Posting Komentar