16 Desember 2009

Penderita Filariasis Tersebar di 386 Kabupaten/Kota

15 Dec 2009
Jakarta - Depkes. Berdasarkan data Departemen Kesehatan, sampai Oktober 2009 penderita kronis filariasis tersebar di 386 kabupaten/kota di Indonesia. Sedangkan hasil pemetaan nasional diketahui prevalensi mikrofilaria sebesar 19%, artinya kurang lebih 40 juta orang di dalam tubuhnya mengandung mikrofilaria (cacing filaria) yang mudah ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Bila tidak dilakukan pengobatan, mereka akan menjadi cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, kantong buah zakar, payudara dan kelamin wanita. Selain itu, mereka menjadi sumber penularan bagi 125 juta penduduk yang tinggal di daerah sekitarnya.
Oleh karena itu harus dicegah terjadinya kecacatan akibat filariasis dengan mengikuti pengobatan massal di wilayah endemis, menghindarkan diri dari gigitan nyamuk, juga membersihkan lingkungan tempat perindukan nyamuk.
Hal itu disampaikan Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH saat membuka Pertemuan Lintas Sektor Filariasis di Soreang Kabupaten Bandung, Jawa Barat (15/12). Pertemuan bertujuan mengingatkan kembali semua pihak tentang penyakit kaki gajah dan pentingnya program eliminasi Filariasis melalui pengobatan massal, dihadiri Gubernur Jawa Barat, Bupati Bandung, Anggota Komisi IX DPR-RI, serta Anggota DPRD Bandung dan DPRD Jawa Barat, Dinkes Prov dan Dinkes Kab. Kandung, organisasi masyarakat termasuk LSM, DKR dan Kader Kesehatan.

“Problem yang timbul bagi penderita filariasis adalah timbulnya stigma sosial pada orang yang cacat. Kualitas sumber daya mereka menurun dan hidupnya tergantung pada orang lain. Pada akhirnya, keadaan ini menimbulkan dampak ekonomi yang sangat besar bagi keluarga penderita”, imbuh Menkes.

Menkes mengatakan, pada tahun 2000, WHO menetapkan kesepakatan Global untuk mengeliminasi Filariasis agar tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat yang dilakukan antara lain dengan pengobatan massal. Indonesia, sepakat melaksanakan program eliminasi filariasis melalui pengobatan massal mulai tahun 2002. Program ini ditetapkan sebagai salah satu program prioritas pemberantasan penyakit menular.

Ditambahkan, pengobatan massal dilakukan setiap tahun selama lima tahun berturut-turut pada seluruh penduduk sasaran di kabupaten yang endemis filariasis. Obat yang digunakan adalah Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dan Albendazole. Kedua obat ini telah terbukti aman dikonsumsi oleh penduduk berdasarkan rekomendasi para ahli, WHO dan bukti 83 negara lain di dunia yang juga melakukan pengobatan massal filariasis, ujar Menkes.

“Dengan meminum obat filariasis ini 40 juta penduduk yang telah terinfeksi filariasis dapat disembuhkan, terhindar dari kecacatan dan tidak lagi menjadi sumber penularan bagi penduduk disekitarnya,” tegas Menkes.

Menkes menambahkan, tahun 2009 pemerintah menargetkan untuk melakukan pengobatan massal Filariasis bagi 32 juta penduduk. Setiap tahun target sasaran pengobatan massal ditingkatkan secara bertahap, hingga akhirnya seluruh penduduk Indonesia yang tinggal di daerah endemis dan beresiko tertular penyakit ini mendapatkan pengobatan massal Filariasis. Untuk kegiatan pengobatan massal Filariasis, Departemen Kesehatan akan menyiapkan obatnya namun diharapkan dana operasional ditanggung oleh Pemda setempat.

“Saya instruksikan agar dilakukan langkah-langkah persiapan yaitu penyuluhan kepada masyarakat, pendataan sasaran pengobatan dan pelatihan petugas dengan baik dan benar. Selain itu, juga siapkan tenaga ahli, Puskesmas dan Rumah Sakit rujukan yang siap siaga menolong masyarakat apabila terjadi keluhan“, ujar Menkes.

Sampai bulan Oktober 2009 baru 6 juta (19%) orang yang minum obat filariasis dari target 32 juta penduduk sasaran yang akan mendapat pengobatan massal filariasis. Sampai saat ini, beberapa kabupaten/ kota sedang melaksanakan pengobatan massal.

Untuk mencapai keberhasilan program, Menkes mengajak semua stakeholder terkait aktif membantu pengobatan massal filariasis. Sebab, masalah kesehatan menjadi tanggung jawab semua pihak bukan hanya sektor kesehatan saja.

“Tidak ada cara lain selain minum obat untuk terhindar dari kecacatan akibat Filariasis,” tegas Menkes.

Khusus kepada para petugas kesehatan, Menkes berpesan agar bekerja sesuai pedoman yang ada, meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan, serta terus mendampingi masyarakat dengan selalu siap menolong dan berada ditengah-tengah mereka.

Dalam kesempatan tersebut, Menkes menyampaikan apresiasi kepada para Gubernur, Dinas Kesehatan Provinsi, Bupati dan jajarannya dalam mendukung program Departemen Kesehatan mengeliminasi filariasis. Menkes juga menyampaikan terima kasih kepada LSM, Ormas, DKR, dan Kader yang telah mengikuti ajakan Departemen Kesehatan untuk menyehatkan masyarakat dalam berbagai aspek seperti PHBS, menciptakan lingkungan sehat dan tentunya mengikuti anjuran minum obat filariasis.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Call Center: 021-30413700, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id, info@puskom.depkes.go.id, kontak@puskom.depkes.go.id.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Upaya pemberantasan thd filariasis sebaiknya tdk hanya dalam bentuk pengobatan massal saja,. tetapi hendaknya upaya pencegahan tehd endemi dilakukan sebagai langkah preventif secara berkesinambungan dan permanen.

Posting Komentar