12 Desember 2009

Kasus Prita, Cermin Buruk Komunikasi Pasien-Dokter

Jumat, 11 Desember 2009


JAKARTA, KOMPAS.com — Kasus yang menimpa Prita Mulyasari seharusnya bisa dicegah apabila ada komunikasi yang baik antara pasien dan dokter. Demikian dikatakan Ketua Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Jakarta Barat Prof dr Budi Sampurna, SH, SpF, DFM.

Budi menyarankan, jembatan penghubung antara pasien dan dokter harusnya diperkuat. Hal ini pun sedang diupayakan mengingat kesadaran masyarakat  terhadap kebutuhan informasi medis terus meningkat. Kesadaran dokter, bahwa masyarakat butuh ketenangan dengan mengetahui penyakitnya, pun kian bertambah.

Budi menyampaikan hal itu dalam seminar awam bertajuk Bagaimana Berobat Secara Pintar yang digelar dalam rangka memperingati HUT Ke-90 RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) pekan lalu. Dalam seminar itu, diberikan pengetahuan mengenai pendekatan diagnosis dan terapi seorang dokter serta saran dan cara-cara dalam menghindari malapraktik.



Budi menyarankan agar pasien tak ragu untuk bertanya kepada dokter mengenai penyakitnya sehingga terhindar dari miskomunikasi yang berujung pada  perselisihan. Selain itu, dokter pun seharusnya lebih komunikatif terhadap pasien mengenai penyakit yang pasien alami.

Dalam kesempatan terpisah, Ketua Konsili Kedokteran Indonesia (KKI) Prof dr Menaldi Rasmin, Sp P(K) FCCP, memberikan tanggapan terhadap kasus malapraktik secara umum. Ia secara pribadi mengatakan, tak ada dokter yang sengaja berniat melakukan kesalahan dalam melakukan praktik karena menyangkut kredibilitas dan kariernya.

"Kalau sengaja melakukannya, lambat laun semua orang akan tahu dan lama-lama akan terhenti kariernya. Perlu diingat bahwa dokter juga seorang manusia," ujarnya.

Menurut Menaldi, semua dokter akan berupaya bekerja sebaik yang ia lakukan. Namun, sebuah kecelakaan dan sebuah hal lain bisa saja terjadi di luar tindakan yang diprediksi. "Semua tindakan medis tentulah berisiko. Semua kemungkinan risiko sudah dicoba untuk dicegah, dipersiapkan kemungkinan terburuk sehingga jika memang terjadi sesuatu yang di luar dugaan, maka bisa saja keluarga pasien tidak terima. Tapi ini namanya sengketa medis dan bukan malapraktik karena itu yang paling penting adalah komunikasi antara dokter dan pasien," tandasnya.

Lebih jauh, Menaldi menjelaskan bahwa seorang dokter bekerja hanya untuk kepentingan pasien. Jika pasien tak mau melakukan tindakan, maka itu terserah pada pasien. Tugas dokter hanya menjelaskan. Namun, pilihan tetap pada pasien. "Jika pasien mau melakukan tindakan, maka pasien harus diberi tahu dan setuju. Pasien juga harus menandatangani surat persetujuan tindakan medis.

Yang penting, kata dia, dokter harus mementingkan pasien dan bukan dirinya sendiri. Jangan lupa untuk komunikasikan hal buruk dan baik yang mungkin terjadi terhadap pasien di antara pasien dan dokter sehingga mengurangi risiko sengketa medis.

"Sebaiknya berikan saja semua keterangan medis yang menjadi hak pasien, tapi perlu diingatkan juga bahwa dokter bukanlah dewa dan bisa saja terjadi hal-hal yang di luar perhitungan kita," tandas Menaldi.

dr.Intan Airlina Febiliawanti

Sumber berita : http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/12/11/13275497/kasus.prita.cermin.buruk.komunikasi.pasien-dokter

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Selama ini banyak hak pasien yang tidak terpenuhi oleh rumah sakit akibat adanya hubungan yang tdk searah antara dokter dan pasien, kasus prita merupakan cerminan dari kurang idealnya hak dan kewajiban yang tdk searah.

jhony salaule mengatakan...

Kasus Ibu Prita ini, saya kira hanya semata-mata wujud dari ketidakpuasannya terhadap pelayanan yang diberikan yang tidak memiliki sentuhan kekeluargaan. Meskipun Ibu ini menuduh RS Omni telah melakukan penipuan, sesungguhnya hal tersebut hanya karena kekecewaan dan kebuntuan yang dialaminya dalam memperjelas apa yang terjadi pada dirinya sebagai seorang pasien. Oleh karena itu cukup berlebihan bila kemudian RS Omni melakukan tuntutan karena pencemaran nama baik. Justru kejadian ini harus menjadi pelajaran penting bagi rumah sakit dan para tenaga medis agar dimasa yang akan datang pelayanan terhadap pasien jauh lebih baik dan lebih manusiawi.

fathur mengatakan...

Kejadian yang dialami oleh ibu Prita, sebenarnya adalah kejadian yang sudah biasa, banyak terjadi, dan wajarlah kalau orang tidak puas lalu ia menceritakan kepada teman sejawatnya. mestinya RS OMNI harus menyadari hal yang demikian, dan masyarakat bisa memakluminya, karena ini bisa saja terjadi di rumah sakit manapun.

Anonim mengatakan...

Sdh menjadi standar medis dan kode etik di dunia kedokteran setiap awal pemerikasaan penyakit tentu ada proses yang harus dilalui bahwa pasien harus memberikan informed consent sebelum tindakan tertentu dilakukan. Untuk mendapatkannya, tentunya seorang dokter harus menyediakan waktu yang cukup untuk berkomunikasi dengan pasien serta keluarganya tentang penyakit serta rencana dan pilihan-pilihan pengobatan yang akan ditempuh.

Posting Komentar