Kepala Kantor Keluarga Berencana (KB) Jakarta Timur, Syrus Siregar, mengatakan, ada perbedaan antara keluarga berencana (KB) dengan kesehatan. Petugas KB, menurut Syrus, harus mencari akseptor meskipun calon akseptor diberi ongkos dan diberi obat dan pelayanan KB secara gratis, tetapi tetap tidak mudah menjaring akseptor. “Berbeda dengan kesehatan, orang akan mencari dokter, bahkan rela membayar dan membeli obat,” ungkapnya.
Di Jakarta Timur, katanya, untuk meningkatkan akseptor pihaknya melakukan sosialisasi ke tempat-tempat kumuh dan padat penduduk yang sebagian besar warganya tergolong kurang mampu. “Di tempat-tempat kumuh yang warganya kurang kurang mampu tidak memikirkan program KB. Di situlah kita member pemahaman pentingnya ikut KB,” paparnya.
Sementara itu, Kasubdit PSM Kantor KB Jaktim Herry Sudrajad, menejlaskan, menjadi akseptor KB, selain mendukung program pemerintah, juga dapat meningkatkan kesehatan ibu dan mengurangi risiko kematian ibu dan bayi. “Dengan mengatur jarak kelahiran anak maka kesehatan ibu dan anak akan lebih baik,” katanya.
Mengingat hal itu, Herry menyatakan pihaknya juga mensosialisasikan Program Kelangsungan Hidup Ibu, Bayi dan Anak (KHIBA) kepada para penyuluh KB tingkat kelurahan dan kecamatan, serta sejumlah wartawan.
Mengenai materi sosialisasi, Herry menyebutkan antara lain implementasi program KHIBA, yaitu perencanaan kehamilan yang aman dan sehat, serta membahas tentang perawatan ibu dan anak pasca melahirkan .(na/pel).
Sumber: www.bkkbn.go.id
Agama Adalah Pemahaman
8 tahun yang lalu
5 komentar:
banyaknya penduduk yg enggan ber KB bukan karena gak mau yang gratisnya tapi lb karena kesadaran yg minim
emang bener sih, tapi adanya anggapan banyak anak banyak rezeqi sampe skr msh selalu mjd alasan seseorang enggan mengikuti program KB.
sebenarnya perbedaannya tipis antara kb dan kesehatan, toh org yg ikut kb juga arahnya utk kesehatan dirinya.
banyaknya petugas penyuluh KB yang kurang intensif dan tenaga kader pendukung yng minim membuat sosialisasi pentingnya KB kurang mengena.
kayaknya bukan karena penduduk kita yg gak mau ikut KB, sebaliknya pemerintah kurang optimal mendayagunakan lembaga seperti BKKBN utk mensosialisasikan pentingnya KB. Akibatnya masyarakat sdh tdk populer lagi mendengar KB.
Posting Komentar