skip to main |
skip to sidebar
Detik health.com : Jakarta, Kebiasaan Buang Air Besar (BAB) yang benar ternyata masih belum banyak diterapkan masyarakat Indonesia, terutama mereka yang hidup di daerah terpencil. Departemen Kesehatan mencatat 70 juta orang di Indonesia masih punya kebiasaan BAB sembarangan.
Data terakhir yang dikeluarkan Depkes, hampir 30 persen masyarakat Indonesia yang berusia di atas 10 tahun masih suka BAB sembarangan. Bila dikonversi dengan jumlah penduduk Indonesia, maka ada sekitar 70 juta orang Indonesia yang punya kebiasaan jorok tersebut.
Padahal BAB sembarangan bisa mencemari lingkungan dan menimbulkan penyakit, terutama diare. "Sampai saat ini, diare menjadi pembunuh nomor satu balita. Sekitar 31,4 persen balita meninggal dunia karena diare," ujar Direktur Penyehatan Lingkungan Ditjen PP-PL Depkes Dr Wan Alkadri dalam acara seminar 'Cuci Tangan Dari Sudut Pandang Islam' yang digelar di Hotel Lumire, Jakarta, Senin (19/10/2009).
Seminar yang diadakan dalam rangkaian Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia (HCTPS) itu menyoroti pentingnya menerapkan BAB yang sehat dan bersih dengan menggunakan sabun. Namun masalahnya, kebanyakan mereka yang BAB sembarangan tidak punya fasilitas sabun atau bahkan air bersih sekalipun.
"Boro-boro pakai sabun, air pun tidak ada. Jadi bagaimana mau menerapkan pola hidup bersih dan sehat?" ujar seorang peserta seminar yang menyayangkan kurangnya fasilitas air bersih di beberapa kawasan dan lingkungan kumuh di Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Depkes pun rencananya akan menggalakkan program pemberantasan 70 juta penduduk Indonesia yang masih BAB sembarangan. Masyarakat Indonesia terutama yang berpendidikan rendah perlu diberi tahu bahwa kebiasaan tersebut bisa merugikan diri sendiri, keluarga serta warga lainnya.
Di sisi lain, kalangan ulama yang hadir pada acara tersebut mencoba mengkaji masalah ketidaktersediaan air bersih dari sudut pandang Islam.
"Dalam Islam disebutkan bila tidak ada air, bisa menggunakan batu atau tanah untuk menghilangkan hadas dan najis. Atau kalau tidak ada bisa pakai daun, kayu, atau kertas," ujar Dr. Isnawati Rais, MA, seorang pakar fiqih Islam dan juga dosen paska sarjana UIN Syarif Hidayatullah.
Isnawati mengatakan bahwa keberadaan sabun saat ini memang sangat berguna. Namun jika tidak ada sabun pun, masih bisa menggunakan syarat dan ketentuan yang dibolehkan dalam ajaran Islam, seperti di zaman dahulu kala.
"Kalau tidak ada air untuk wudhu bisa tayamum pakai tanah atau debu, atau kalau mau cebok bisa pakai batu," ujarnya. Namun ketentuan itu justru berlawanan dengan pola hidup sehat karena tanah diketahui merupakan tempat berkembangnya cacing. Untuk menghindarinya, Isnawati menyarankan sebaiknya menggunakan tanah kering.
Sementara Malaysia saat ini sudah memproduksi sabun khusus untuk membersihkan najis Mughaladoh yang berasal dari air liur hewan yang diharamkan. "Hampir 90 persen sabun itu dibuat dari tanah liat dan 10 persennya air dan bahan lainnya," jelas Isnawati.
Dengan adanya sabun itu, menurut Isnawati, masyarakat bisa lebih praktis kalau terkena air liur hewan tidak halal karena tidak perlu repot-repot mencari tanah untuk membersihkannya.
Pola hidup sehat memang tidak bisa menjadi kebiasaan begitu saja. Perlu waktu lama untuk menerapkan kebiasaan sehat, salah satunya kebiasaan BAB dan cebok. Oleh sebab itu, Isnawati menganjurkan agar seorang anak dididik hidup bersih sejak masih bayi.
"Contohnya, kalau masih bayi bagusnya jangan sering-sering pakai pampers, karena anak jadi tidak mengenal dan diajarkan cebok. Sebaiknya pampers digunakan jika akan bepergian jauh saja," tutur Isnawati.
4 komentar:
kalo di daerah terpencil mash banyak yg BAB sembarangan sih wajar, krn rata2 penduduk di desa lbh senang bab di sungai dan emang gak ada wc. Lha kalo di kota saja ada yg BAB sembarangan.....macam mana
hari gini masih BAB sembarangan..............mungkin hanya manusia purba ajah.
kalo malaysia punya sabun yg dirancang khusus menurut standar agama islam wajarlah kan malaysia negara islam,
adanya data masyarakat kita yg msh BAB sembarangan menunjukkan rendahnya kesadaran masyarakat kita yg gak peduli lagi saling menjaga kesehatan.
Posting Komentar