Jumat, 4 Desember 2009
BANYUMAS, KOMPAS.com — Tingginya angka kasus penularan HIV/AIDS di Banyumas tak terlepas dari merebaknya gaya hidup seks bebas dan penggunaan narkoba suntik di kalangan generasi muda di wilayah ini. Tak heran, dari 293 kasus HIV/AIDS di Banyumas dalam tiga tahun terakhir, sebagian besar terjadi pada generasi muda, yakni antara umur 20 dan 30 tahun.
Sayangnya, sampai saat ini kepedulian untuk mencegah penularan lanjut HIV/AIDS tergolong minim. Spanduk-spanduk berisi pesan-pesan mengenai kewaspadaan terhadap bahaya penularan HIV/AIDS dan narkoba pun terbatas. Spanduk dipasang di tempat-tempat seperti tempat-tempat kos, lokalisasi, sekolah, dan kampus.
Sayangnya, sampai saat ini kepedulian untuk mencegah penularan lanjut HIV/AIDS tergolong minim. Spanduk-spanduk berisi pesan-pesan mengenai kewaspadaan terhadap bahaya penularan HIV/AIDS dan narkoba pun terbatas. Spanduk dipasang di tempat-tempat seperti tempat-tempat kos, lokalisasi, sekolah, dan kampus.
Uut (23), penghuni salah satu wisma di lokalisasi Gang Sadar Baturraden, menuturkan bahwa ia hanya menerima sosialisasi bahaya AIDS/HIV sekali setahun. Itu biasanya pada saat Hari AIDS sedunia. Selain itu, tes penyakit menular seksual serta voluntary counseling test pun hanya dilakukan sebulan sekali, bahkan terkadang dua bulan sekali.
"Kadang di klinik kesehatan di sana ada. Kalau ditawari sebenarnya mau. Tapi kan kita kerja, jadi sempatnya 1-2 bulan sekali," katanya.
Sebagai orang yang berisiko tertular, Uut kadang tak dapat berbuat banyak apabila tamunya menolak memakai kondom saat berhubungan. Di lain pihak, pamflet ataupun selebaran yang mengingatkan penggunaan kondom bagi orang yang "jajan" di lokalisasi sangat sedikit.
Untuk kalangan pelajar dan mahasiswa, warung internet dan tempat kos kerap menjadi ajang seks bebas. Bagi sebagian masyarakat Purwokerto, hal tersebut sudah menjadi rahasia umum. Meskipun dalam beberapa waktu terakhir banyak tempat kos yang lebih ketat dalam melarang tamu pria datang ke kamar kos wanita atau sebaliknya, masih ada saja tempat-tempat kos yang longgar dan memungkinkan terjadinya hubungan seks bebas.
Bahkan, dalam setiap kegiatan pembinaan yang saya lakukan, seks bebas atau pesta seks itu kerap dilakukan bersamaan dengan pesta narkoba. Kadang di kontrakan, kadang di rumah kos. "Padahal, pesta seks dan narkoba adalah dua hal yang rawan terjadi penularan," kata Arno Suprapto, aktivis antinarkoba dari Gerakan Nasional Antonarkoba, Banyumas. Kondisi demikian bahkan terjadi di kalangan siswa SMP, SMA, hingga perguruan tinggi.
Warnet adalah kisi lain merebaknya seks bebas di Purwokerto. Banyak warnet yang menyediakan ruang tertutup sehingga memungkinkan pelanggan berhubungan intim. Pemerintah Kabupaten Banyumas beberapa kali merazia warnet-warnet semacam ini. Terakhir, razia terhadap 20 warnet di wilayah Purwokerto yang diduga kerap dijadikan ajang mesum dilakukan pada Kamis (3/12). Namun, meski berulang kali dirazia, seks bebas di warnet tak kunjung hilang. Seperti diberitakan Oleh kompas.com.
Sumber berita : http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/12/04/20392098/penularan.hivaids.dari.lokalisasi.sampai.warnet.
1 komentar:
Begini jadinya kalau hukum sosial dan hukum formal tidak jalan, prostitusi dan narkoba terjadi di hampir semua tempat dan semua segmen masyarakat. Contoh: ada wanita hamil tanpa suami atau anak terkena narkoba, masyarakat cuwek aja dianggap sesuatu yang sudah biasa, dan di sisi lain pemerintah juga tidak memberikan tindakan apa-apa. bila ini terus terjadi tungguh saat kehancuran!!!!! naudzubillah min dzalik
Posting Komentar