15 November 2009

Problem Kurang Gizi Sudah Tahap "Gawat"

SURABAYA, KOMPAS.com - Problem gizi di Indonesia sudah dalam tingkat "gawat" atau memprihatinkan karena fenomena kurang gizi justru seperti tidak tampak, tetapi nyata adanya. Demikian dikatakan Ketua DPD Persagi (Persatuan Ahli Gizi Indonesia) Jawa Timur Andrianto M.kes di sela-sela Kongres Nasional XIV dan Temu Ilimiah Persagi di Surabaya, Sabtu (14/11).

Menurut Adrianto, fenomena yang tidak tampak tersebut di antaranya adalah masih tingginya kasus stunted (tubuh pendek) di kalangan balita akibat buruknya asupan gizi. "Pada tingkat nasional, lebih dari tiga puluh persen balita mengalami stunted (pertumbuhan tinggi badan tak sesuai pertambahan usia), akibat rendahnya asupan kadar mikronutrien atau zat gizi terutama zinc atau seng yang banyak terdapat pada protein hewani," ujarnya.

Padahal bila tak segera diatasi, kata Adrianto, problem kurang gizi pada balita akan berimplikasi besar. Selain menurunkan tingkat kecerdasan dan produktivitas masyarakat, anak kurang gizi ini nanti akhirnya menjadi beban negara di kemudian hari. Sementara Abas Basuni Jauhari peneliti dari Pusat Penelitian Pengembangan Gizi dan Makanan Depkes RI menyatakan, penanganan masalah balita pendek menjadi kunci mengatasi problem gizi anak di Indonesia.

Balita pendek berimplikasi sangat besar dengan menyumbang 72 persen kasus berat badan kurang dan 63 persen anak dengan kelebihan berat badan. "Mengatasi balita pendek menjadi prioritas karena dapat mengatasi masalah gizi buruk secara umum," ujarnya.

Data Riset Kesehatan Nasional 2007 menunjukkan prevalensi stunted di kalangan balita mencapai 36,7 persen. Berdasarkan target MDGs, diharapkan pada 2015 nanti kasus balita pendek akan turun hingga sekitar 18 persen. Untuk menangani masalah kurang gizi, Adrianto menyatakan, Persagi tak bisa bekerja sendiri. Dibutuhkan komitmen kuat dan sinergi yang baik antara berbagai pihak mulai dari pemerintah, LSM, dan dunia usaha.

"Sebab kalau kita tak bisa membangun sinergi seperti ini kita tidak akan mampu mengatasinya," ujarnya. Sementara itu Hendro H Poedjono, Human Resource and Corporate Affairs Director Frisian Flag Indonesia (FFI), menyatakan dukungan dan komitmen untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat. Ia berharap dukungan ini dapat membantu mencapai target MDGs 2015 mengatasi problem malnutirsi.

"Untuk itu sejak 2006, FFI telah bermitra dengan Persagi untuk melakukan program edukasi gizi kepada masyarakat dalam bentuk penyuluhan dan konsultasi gratis secara berkesinambungan. Di antaranya program Pojok Gizi, Nutri Bus dan Mobil Keliling Gizi, " ujarnya.

Kongres Persagi XIV yang berlangsung 12-14 November di Gramedia Expo Center Surabaya mengambil tema "Konsolidasi Persagi Menuju Peningkatan Profesionalisme Berbasis Iptek Gizi Terkini".

5 komentar:

yunita nining mengatakan...

selama ini adanya kasus kurang gizi yang berdampak pada kematian sdh sering terjadi di tengah masyarakat kita, sayangnya belum pernah ada perhatian khusus pemerintah, kalaupun ada setelah diekspos di media baru sibuk pada mencari penyebabnya, ini realitas lho....

Anonim mengatakan...

Persoalan gizi buruk selama ini kerap terjadi di beberapa daerah,kalaupun ada penyelesaian paling cuma tahap awalnya saja dan selanjutnya seperti biasa tdk ada gregetnya lagi. Mana komitmen pemerintah dalam usaha perbaikan gizi rakyat miskin.

Unknown mengatakan...

Yang jelas persoalan gizi buruk ini akan dapat diminimalisir jika pemerintah melibatkan kader kesehatan di tingkat RT atau RW secara efektif sebagai ujung tombak langsung dengan warga sasarannya. Buat apa pemerintah memperbanyak keikutsertaan pihak LSM atau lembaga lain jika yang digarap hanya daerah tertentu sajah.

johan-pardede mengatakan...

Relistis sekali rasanya kalo program perbaikan gizi dengan ajang sosialisasi ke masyarakat menggunakan instrumen para kader pelayanan kesehatan masy paling bawah semacam posyandu atau yang lain. Dari pada menggunakan progam pojok gizi lah apalagi tempat mojok di salah satu ruang puskesmas kecamatan, mana sempat orng mau konsultasi gizi ketika datang ke puskesmas wong mau berobat kok. Saya kira tdak akan sampai pesan perbaikan gizi tersebut jika hanya menggunakan pola sangat ekskulusif seperti ini. Nyatanya yng kurang gizi lagi2 yah masyarakat miskin kok.

Anonim mengatakan...

Begitu kompleksnya dampak yg ditimbulkan karena kekurangan gizi, oleh karena itu untuk memenuhi kecukupan gizi tersebut perlu juga dipahami suatu kebijaksanaan yang juga harus ditanggapi dengan sikap yaitu makan dengan menu seimbang dan tidak belebihan. Disinilah perlunya peran pemerintah untuk memberikan kemudahan bila perlu memfasilitasi untuk mendapatkan kebutuhan makanan bergizi secara mudah dan dapat dijangkau masyarakat luas.

Posting Komentar