09 Mei 2009

Orang kaya gak lagi anti obat generik

Siapa bilang beli obat selalu mahal ? Buktinya, saya baru saja pulang dari apotek membeli 3 jenis obat yang totalnya 40 butir dengan harga ‘hanya’ Rp.5000,-. Lho kok bisa? Lah iya, wong saya belinya obat generik kok. Mungkin lantas beberapa orang akan berkata ‘iih ngapain generik, pantesan aja murahan!’. Itu adalah persepsi yang lazim di dalam masyarakat bahwa obat generik yang murahan itu kurang bagus dibanding obat paten. Sayangnya, secara umum, persepsi itu keliru. Yang benar obat generik itu memang murah tapi bukan murahan. Obat generik adalah obat yang khasiatnya sama persis seperti obat paten dengan komposisi yang serupa. Yang membedakan harganya antara langit dan bumi adalah cerita di balik pembuatan dan pemasarannya.

Obat itu ternyata lebih gaul dibandingkan anda dan saya, soalnya satu obat memiliki 3 macam nama sangat berbeda antara satu dengan lainnya. Ketiga nama itu adalah nama kimia (rumus kimiawi), nama generik (nama yang dikenal di kalangan medis umum, sama di seluruh dunia) dan nama paten/dagang (nama yang diberikan dari perusahaan obat yang memproduksi). Sebagai contoh panadol (nama dagang-paten) memiliki nama generik paracetamol serta nama dagang acetaminophen. Jadi jika Anda mendapatkan resep generik parasetamol yah jangan protes, itu kan sama aja Anda mendapat panadol tanpa merk yang notabene harganya jauh lebih murah ( sebagai perbandingan, sebutir panadol harganya Rp.400-an, sedangkan paracetamol Rp.90-an). Tentang khasiat dan efek sampingnya? Yah sama aja.

Obat generik adalah obat yang merupakan tanggung jawab pemerintah dalam mengupayakan kesehatan masyarakat, oleh karena itu bahan baku obat generik itu sebagian ditanggung anggaran pemerintah (disubsidi seperti bensin premium). Jadi jangan heran jika harganya jauh lebih murah. Tentang bahan baku yang digunakan, obat generik berbahan baku sama dengan obat paten terkait, yaitu sama-sama bahan impor lagi! Jadi bagi Anda yang suka serba impor, obat generik pun sebenarnya obat berbahan impor lho! Obat generik di produksi oleh pabrik yang telah ditunjuk pemerintah dan padanya terdapat harga eceran tertinggi sehingga apotek tidak dapat menjual dengan harga seenaknya. Saat ini sudah sekitar 90% jenis obat paten yang diminum sudah diupayakan generik tandingannya oleh pemerintah sebagai upaya meningkatkan akses masyarakat akan kesehatan.

Tapi perlu ditekankan, tidak semua obat ada generiknya.Terutama obat-obat dengan struktur kimia yang lebih baru, tentunya itu adalah hasil penelitian yang bertahun-tahun dan menghabiskan banyak dari perusahaan farmasi terkait, sehingga biasanya mereka mematenkan produk itu. Paten itu bertahan secara hukum selama 20 tahun, jadi untuk obat baru tentu saja tidak akan pernah ada generik selama sampai 20 tahun setelahnya. Demikianlah yang terjadi dengan beberapa antibiotik generik yang ada sekarang, dulu saat baru dipatenkan yah tidak ada generiknya, namun setelah masa paten habis maka setiap perusahaan farmasi dapat membuatnya. Untuk beberapa obat yang lebih menjurus spesialisasi seperti obat-obat jantung, interna, saraf, urologi, dll memang belum ada generiknya, begitu pula untuk antibiotik mutakhir. Sehingga jika menurut dokter, Anda memang memerlukan obat seperti tersebut, maka mau tidak mau Anda harus diresepkan obat paten. Dan dalam kasus antibiotik memang tepat dikatakan bahwa obat paten lebih baik daripada generik, soalnya obat paten memang memuat komposisi kimiawi yang lebih dasyat menghancurkan agen infeksi. Obat antibiotik memang seakan perlombaan perang antara kecanggihan obat dengan kuman yang terus memperkebal diri, jadi susunan kimiawi antibiotik yang baru relatif lebih baik membunuh kuman yang sudah kebal terhadap obat antibiotik susunan lama yang sudah dikenal oleh si kuman. Contohnya antibiotik roxitromycin (paten) adalah lebih ampuh dibandingkan Eritromisin(generik) dosis sesuai untuk mengobati infeksi saluran napas lanjut.

Lalu mengapa banyak dokter yang masih enggan memberi obat generik? Kalau pertanyaan ini yah tentunya jawabannya relatif banyak, dan hanya si dokter itu sendiri yang tahu. Kemungkinan terburuk karena pesan sponsor. Tapi kemungkinan lain adalah memang obat yang si dokter mau memang belum ada generiknya. Dan kemungkinan yang tidak boleh dilupakan juga adalah terkait dengan persepsi negatif di masyarakat seperti tadi tentang obat generik. Terkadang dokter merasa gengsi jika meresepkan obat generik, apalagi jika ia seorang dokter spesialis, karena nantinya si pasien (umumnya kaum menengah ke atas) akan mengatakan si dokter murahan dan kurang percaya untuk minum obat yang diresepkan. Jadi lebih baik ia memilih meresepkan obat paten. Dan kasus ini banyak dijumpai di klinik bahkan di puskesmas, saya sendiri pernah menjumpai. Padahal di puskesmas yah obatnya generik semua. Karena si pasien ngotot, akhirnya saya meresepkan obat untuk ditebus di apotek. Padahal kan isinya sama saja. Jadi saran saya, jangan enggan dan ragu meminta dokter Anda meresepkan obat generik, jika memang obat itu tidak ada generiknya, baru deh mau ga mau si obat paten dibeli. Dan satu lagi, jika Anda sedang berkonsultasi dengan seorang dokter tentang obat yang Anda sedang minum, sebutkanlah nama generik bukan nama dagangnya. Karena satu obat generik bisa memiliki lebih dari 20 nama dagang dan tidak ada satupun dokter di dunia yang mampu menghafal semua nama dagang. Dalam pendidikannya, selalu nama generik yang kami pelajari dan kami dilarang menyebut suatu nama dagang.

Semoga sekarang Anda tak ragu lagi mengkonsumsi obat generik, yang penting aman dan bisa sembuh kan? Siapa juga yang mau makan merk dagang….

Membeli obat generik kok harganya nggak generik tapi eksekutif alias mahal.

(Harga Obat Generik sesuai SK Menkes No. 302/2008)

0 komentar:

Posting Komentar