23 Oktober 2009

Penyakit Paru Obstruktif Kronik, Tempati Urutan Ke-6 Penyebab Utama Kematian

Yogyakarta - Dinkes. Penyakit paru seperti Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah terbesar pada kesehatan pernapasan. Bahkan saat ini, Indonesia masih menempati urutan ke 3 penyumbang kasus TB di dunia.

Demikian dikatakan Menteri Kesehatan (Menkes) RI Dr.dr. Siti Fadilah Supari. Sp.JP(K) dalam sambutan tertulis yang dibacakan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI. Prof. dr. Candra Yoga Aditama. Spp(K).Mars, ketika membuka Pertemuan Ilmiah Khusus Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) di Hotel Garuda, Yogyakarta, Kamis (23/4).


Selain Pertemuan Ilmiah Khusus, yang berlangsung hingga 25 April mendatang dan diikuti anggota PDPI dari seluruh Indonesia, diselenggarakan pula pameran.

Melansir data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), Menkes menyebutkan, pada tahun 1990 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia. Dan pada tahun 2002 menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker.


WHO juga menyebutkan setidaknya ada 5 penyakit paru sebagai penyebab utama kematian, yakni 17,4% dengan rincian infeksi paru mencapai 7,2%, PPOK 4,88%, ca paru 2,1% dan asma 0,3%. Sementara dari hasil Riskeda 2007 ujar Menkes, ancaman penyakit menular seperti TB, ISPA penurunannya sangat lamban, sementara di sisi lain ancaman penyakit tidak menular bertumbuh cepat, nahkan transisi epidemologi telah berlangsung seiring dengan transisi demografi.

Menurut Menkes, perubahan iklim yang bermanifestasi pada pemanasan global secara otomatis akan mempengaruhi perubahan lingkungan, agent, dan host yang akan berpengaruh pula terhadap derajat kesehatan manusia termasuk kesehatan paru.


“Kondisi ini tentunya perlu mendapat respon segera dari semua pihak sesuai perannya masing-masing termasuk organisasi profesi kesehatan,” tegas Menkes seraya berharap Pertemuan Ilmiah Khusus PDPI yang sangat strategis ini akan menghasilkan update konsep yang inovatif dan kesamaan persepsi terkait dengan isu kesehatan respiratory chronic dan respiratory diseases.


Sementara Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X melalui Sekda Ir. Tri Harjun Ismaji. MSc antara lain menyatakan bahwa angka penemuan penderita penyakit paru di DIY tahun 2003 mencapai 26,69%, tahun 2004 34,77%, tahun 2005 56,48%, dan tahun 2006 51,54%.


“Melihat tingginya angka penderita penyakit paru dari tahun ke tahun dan belum tercapainya target pengobatan, maka berbagai upaya untuk pemberantasan harus terus dilakukan dengan sungguh-sungguh penuh totalitas dan dedikasi yang tinggi,“ pintanya.


Diselenggarakannya pertemuan ilmiah ini Gubernur memberikan apresiasi positif, dengan harapan semoga nantinya akan terbangun komitmen yang kuat serta pemikiran stategis dalam menanggulangi penyakit paru yang diderita oleh masyarakat.


4 komentar:

ariyani mengatakan...

miris sekali melihat masih banyaknya penderita TB yg belum tertangani tim medis, angka ini menunjukkan jumlah penderita TB yg belm terdata mngkin msh banyak lagi.

Anonim mengatakan...

Masih banyak orang di Indonesia yang tak menyadari dirinya mengidap PPOK. Memang
pada mulanya PPOK memperlihatkan gejala ringan yang sering diabaikan,
misalnya batuk dan sesak napas.

evatrisnawati mengatakan...

pertemuan ilmiah atau semacamnya diharapkan bisa dilakukan secara periodik utk memberikan pemahaman kpd masyarakat luas ttg bahayanya penyakit PPOK ini, saya yakin tdk orng paham atau mengerti gejala awal soalnya hampir sama dengan gejala batuk biasa.

yulia-ningsih mengatakan...

kadangkala peran petugas kesehatan yg kebetulan menemukan penderita dgn gejala awal seperti PPOK ini kurang memberikan penjelasan yg rinci akibatnya penderita menganggap penyakit batuk biasa. Baru setelah kondisinya parah di beri tahu.

Posting Komentar