15 Mei 2009

Menkes Pantau Pelaksanaan Jamkesmas di Bandung

Menkes Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP (K), Rabu, (13/5) kunjungi RS Mata Cicendo Bandung. Menkes yang disambut jajaran Direksi RS Mata Cicendo langsung melihat pelayanan rawat jalan maupun rawat inap. Dalam kesempatan tersebut Menkes langsung berbicara dengan pasien di loket pelayanan Jamkesmas. Cara seperti ini sering dilakukan Menkes saat mengunjungi rumah sakit guna mengetahui apakah program Jamkesmas sudah berjalan dengan baik dan masyarakat pengguna merasa puas atau belum.

Menurut Direktur Utama RS Mata Cicendo dr. Kautsar Boesoirie, Sp. M. MM, RS yang dipimpinnya adalah satu-satunya RS khusus mata milik Depkes yang mempunyai fungsi memberikan pelayanan, pendidikan, dan penelitian di bidang kesehatan mata. RS Mata Cicendo adalah RS mata khusus kelas A pendidikan yang berafiliasi dengan FK Unpad menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU).
RS Mata Cicendo pada Januari 2009 yang lalu genap berusia seabad, didirikan pada tahun 1909. Dengan misi awal menanggulangi wabah trakoma dan xerophtalmia, kemudian berkembang menjadi RS khusus yang menanggulangi semua penyakit mata dan kebutaan. Pada tahun 1961, RS ini mulai digunakan oleh mahasiswa FK Unpad dan 1968 digunakan sebagai tempat pendidikan dokter spesialis mata dan mulai 2007 sebagai tempat pendidikan sub-spesialis mata.

Melalui SK Menkes No. 1040/Menke/SK/XI/1992, RS Mata Cicendo ditetapkan sebagai RS rujukan mata nasional sehingga berbagai fasilitas dan kualitas pelayanan serta pendidikan mulai ditingkatkan. Sejak 2002, dimulai peningkatan kualitas SDM, sarana dan prasarana. Dikembangkan pula pusat pelayanan unggulan (center of exelence) seperti pediatrik optalmologi, vitreo-retina, optalmologi komunitas, glaukoma dan katarak bedah refraktif. Kemudian diikuti dengan pengembangan pusat pelatihan optalmologi (opthalmology training center) dan pusat penelitian mata (opthalmology research center) melalui kerjasama dengan berbagai pihak di dalam dan luar negeri, kata dr. Kautsar.

Masalah kebutaan masih menjadi masalah kesehatan di dunia maupun Indonesia. Sesuai hasil survei Nasional Kesehatan Indera di 8 provinsi tahun 1993 – 1996 prevalensi kebutaan di Indonesia sebesar 1,5%. Penyebab utama kebutaan adalah katarak (0,78%), glaukoma (0,20%), kelainan refraksi (0,14%), dan penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan lanjut usia (0,38%).

Berdasarkan survei ini didapatkan data bahwa kebutaan di pedesaan 1,7% lebih besar daripada perkotaan 1,1%. Insiden katarak sebesar 0,78% atau sekitar 210.000 orang per tahun. Sedangkan kemampuan melakukan operasi hanya kira-kira 80.000 orang per tahun. Akibatnya timbul backlog (penumpukan penderita) katarak yang memerlukan operasi. Penumpukan ini antara lain disebabkan daya jangkau pelayanan operasi yang rendah, kurangnya pengetahuan masyarakat, sulitnya menjangkau fasilitas kesehatan karena kondisi geografi serta ketersediaan tenaga dan fasilitas kesehatan mata yang masih terbatas.

Depkes terus berupaya untuk mengatasi hal tersebut berkerjasama dengan berbagai pihak antara lain Perdami (Persatuan Dokter Mata Indonesia), LSM peduli kesehatan mata dan pihak swasta.

Selain itu RS Mata Cicendo sebagai UPT Depkes juga berupaya meningkatkan cakupan operasi katarak di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Melalui pusat pelayanan unggulan (center of exelence), di antaranya optalmologi komunitas, RS Cicendo bekerjasama dengan Perdami Jabar, Komisi Penanggulangan Gangguan Kebutaan (PGK) Jabar, LSM peduli mata Jabar dan berbagai pihak swasta melaksanakan pelayanan operasi katarak di dalam RS maupun di luar RS. Kegiatan pelayanan operasi katarak di luar gedung RS dilaksanakan tidak hanya di Jabar tetapi juga di daerah-daerah lain di seluruh Indonesia.

Upaya kesehatan mata/pencegahan kebutaan sudah diintegrasikan ke dalam pokok kegiatan Puskesmas sejak 1984 sedangkan program penanggulangan katarak paripurna dimulai sejak 1987 baik melalui RS maupun Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM).

1 komentar:

azizah mengatakan...

Begini nih, pejabat sungguhan. Semoga sidak seperti ini bukan sekedar formalitas. Lebih sering lebih bagus, biar tidak hanya mendengar laporan anak buah yang pasti AIS (Asal Ibu Senang)

Posting Komentar