24 Juni 2007

Kolektifitas : Retorika Semata Yang Semu

PDP adalah salah satu bakal partai besar yang kini muncul, demikian ujar seorang teman yang menjadi pemerhati partai politik di negeri ini. Dan satu-satunya partai yang menciptakan sistem kepengurusan dengan model terbaru dan modern, " kolektifitas" ....

Bagi sebahagian besar masyarakat awam, mungkin makna kata " kolektifitas" hampir sama dengan arti kata 'bersama-sama', dan ini juga diamini oleh beberapa aktifitis dari bermacam partai politik yang saya kenal.

Kolektifitas, sangat mudah dipahami namun sedikit sulit untuk dilaksanakan manakala persepsi tentang hal tersebut hanya dimaknai sebagai bersama-sama membagi kekuasaan. Kolektifitas harus dibangun atas kesadaran bersama bahwa sistem ini dibangun hanya untuk meminimalkan (bukan mengilangkan) budaya konflik internal partai, budaya feodalisme dan budaya politik uang yang terjadi di hampir semua partai politik yang ada di tanah air kita ini.

Penerapan sistem ini tidak dapat dilakukan, manakala seseorang atau sekelompok individu masih terbelenggu akan keinginan mendominasi semua keputusan politik strategis di jenjang kepengurusan yang dipegangnya. Kolektifitas, sesungguhnya adalah sebuah yang dalam bahasa kita di sebut sistem gotong royong. Sistem ini dulu dibangun oleh para pendahulu kita dalam berbagai macam kegiatan kemasyarakatan dari tingkat rukun warga hingga kegiatan yang berskala nasional. Sistem ini bisa berjalan sekian puluh tahun, karena dilandaskan semangat saling menghargai dan tenggang rasa.

Kolektifitas yang kini ada di PDP, dimata saya pribadi masih terbelenggu pada retorika semu semata. Hal ini saya simpulkan setelah mengamati secara langsung di hampir seluruh tingkatan PDP di Indonesia. Makna kepengurusan kolektifitas masih ditangkap dan dijalankan dalam model kepengurusan DPP (Dewan Pimpinan Pusat). Dimana roda kepengurusan partai hanya dimotori dan dikemudikan oleh badan pengurus harian atau PLH (Pelaksana harian)

Sesungguhnya, anggota Pimpinan Kolektif di setiap tingkatan dapat melakukan koreksi akan hal ini. Karena mereka adalah struktur partai tertinggi di tingkatannya. Pelaksana Harian sebenarnya adalah pejabat partai yang berfungsi hanya menjalankan kebijakan yang dibuat pimpinan kolektif.

Sistem yang bagus ini belum bisa dikatakan berhasil .... karena setelah 2 tahun PDP lahir, masih dijumpai pemecatan "krsitalisasi" pengurus, penggantian pengurus, seperti yang dilakukan partai politik lain. Padahal jika mendasari pada AD/ART PDP, memecat dan mengganti seseorang bukanlah hal yang mudah. Pimpinan Kolektif yang jumlahnya puluhan itu bisa tergantikan hanya oleh Koordinator, ketua, sekretaris dan bendahara Pelaksana Harian untuk melakukan pembersihan terhadap lawan-lawan politik.

Wahyu Andre Maryono
Wakil Sekretaris PLH PKN PDP
2006-2008

18 Mei 2007

Matori wafat 12 Mei 2007,21:30 WIB


Saya ikut mendampingi Presiden SBY dan istri, berdoa di depan jasad almarhum